Dalam menghadapi kompleksitas masyarakat modern, sekolah menengah pertama (SMP) memegang peran vital dalam membentuk karakter siswa yang mampu berinteraksi dalam keberagaman. Salah satu pendekatan paling fundamental untuk mencapai tujuan ini adalah melalui penanaman nilai Inklusi dan Empati. Sekolah yang sukses mengintegrasikan prinsip Inklusi dan Empati tidak hanya menerima siswa dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan agama, tetapi juga siswa berkebutuhan khusus (ABK), menciptakan sebuah ekosistem pendidikan yang menghargai setiap perbedaan. Ini merupakan investasi jangka panjang untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan non-diskriminatif.
Filosofi pendidikan inklusif menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pengalaman belajar yang setara, dan perbedaan justru menjadi sumber daya yang memperkaya. Di jenjang SMP, implementasi inklusi harus didukung oleh program yang terstruktur. Salah satu contoh sukses dapat dilihat pada SMP Tunas Bangsa, yang telah ditetapkan sebagai Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI). Sejak awal tahun pelajaran 2024/2025, sekolah ini menerapkan “Program Sahabat Kelas Inklusif (SAKLIF)” di mana setiap kelas VII dan VIII memiliki setidaknya dua siswa ABK. Mereka didampingi oleh Guru Pendamping Khusus (GPK) yang bertugas adaptasi kurikulum dan juga memfasilitasi interaksi sosial.
Inti dari program ini adalah melatih Inklusi dan Empati pada siswa reguler. Salah satu kegiatan rutin adalah “Jumat Empati”, yang dilaksanakan setiap Jumat minggu kedua, pukul 08.00–09.30 WIB. Dalam sesi ini, siswa reguler diminta untuk mencoba melakukan aktivitas sederhana dengan menggunakan alat bantu disabilitas, seperti mencoba membaca huruf Braille atau berjalan menggunakan kursi roda di koridor sekolah. Melalui simulasi fisik ini, siswa tidak hanya mendapat pengetahuan teoritis tentang disabilitas, tetapi benar-benar merasakan tantangan yang dihadapi oleh teman-teman ABK mereka. Hasilnya adalah peningkatan pemahaman dan penurunan perilaku bullying yang dipicu oleh perbedaan, sesuai dengan laporan evaluasi internal sekolah yang dikeluarkan oleh Tim Bimbingan dan Konseling pada tanggal 10 Desember 2024.
Di sisi lain, untuk mendukung kemampuan akademik siswa ABK, SMP Tunas Bangsa menyediakan Kurikulum Adaptif dan layanan asesmen berkala. Asesmen dilakukan minimal dua kali setahun, yaitu pada bulan Juli dan Desember, oleh psikolog pendidikan yang bekerja sama dengan pihak sekolah. Data asesmen ini kemudian digunakan oleh GPK dan guru mata pelajaran untuk memodifikasi metode pengajaran dan materi pembelajaran. Dukungan ini memastikan bahwa siswa ABK dapat mencapai potensi optimal mereka, sementara siswa reguler belajar untuk menghargai berbagai cara belajar dan hasil yang berbeda-beda.
Tantangan dalam penerapan program ini tentu ada. Guru harus memiliki kompetensi yang memadai dalam menangani beragam kebutuhan siswa. Oleh karena itu, SMP Tunas Bangsa secara rutin mengadakan pelatihan khusus, terakhir pada hari Sabtu, 4 Januari 2025, dengan mengundang Dr. Maya Sari, seorang pakar Pendidikan Luar Biasa (PLB). Pelatihan ini mencakup teknik pengajaran diferensiasi dan strategi membangun komunikasi efektif dengan siswa ABK. Keterlibatan orang tua juga sangat krusial; pihak sekolah membentuk “Forum Orang Tua Inklusif” yang bertemu setiap tiga bulan sekali untuk berbagi pengalaman dan memberikan masukan tentang program sekolah. Dengan sinergi yang kuat antara sekolah, guru, siswa, dan orang tua, prinsip Inklusi dan Empati dapat tertanam kuat dan menjadi budaya sekolah yang berkelanjutan.